“Aku ingin banget lihat indahnya dunia ini, dan melihat wajah seorang malaikat yang selalu menemani aku dhi!”, ucap Syanta dengan penuh harapan.
“Malikat…..?”, tanya Adhi bingung.
“Ia malaikat, kamu itu seperti seorang malikat Dhi, yang selalu menemani dan menjagaku”.
“Kamu bisa aja Syanta….”.
“Dhi, kenapa sih kamu mau menemani aku ?”.
“Karena aku sayang banget sama kamu dan aku ga mau terjadi apa-apa sama kamu”, ucap Adhi tulus sambil memegang telapak tangan kiri Syanta.
“Sayang,,,,! Kamu sayang sama aku, bukannya kamu hanya kasihan dengan seorang gadis buta seperti aku?”.
“Kenapa kamu bicara seperti itu, jadi kamu meragukan perasaanku?”.
“Bukanya aku meragukan Dhi, mana ada sih seseorang yang ingin punya kekasih tunanetra, itu hanya dapat membuat ………..”. Belum selesai bicara Syanta memutuskan kata-katanya.
“Membuat apa ?”, Syanta hanya terdiam sejenak.
“Aku menyayangi kamu dengan tulus Syanta, bukan karena aku kasihan dengan kamu, jadi buanglah keraguan kamu itu. Aku ingin menjadi kekasih yang selalu menjaga dan menemani kamu Syanta”.
“Maafin aku Dhi aku ga bisa menjadi kekasih kamu, kamu lebih pantas dengan wanita normal bukan seperti aku”.
“Kenapa kamu bicara seperti itu Syanta ? Aku ingin kamu bicara jujur bagaimana perasaan kamu selama ini sama aku?”.
“Sudahlah Dhi, ga ada sedikit pun perasaan aku untuk kamu, aku selama ini hanya mengganggap kamu sebagai teman!”.
“Kamu bohong Syanta, kamu bohong………..!!!”, teriak adhi dengan sedih dan ia segera berlari pergi dari hadapan Syanta dengan membawa kehancuran dihatinya, Syanta hanya terdiam dan merenung atas semua apa yang telah dikatakannya pada Adhi. Dalam hatinya Syanta berkata, “Maafin aku Dhi, aku telah membohongi perasaan aku sebenarnya aku sayang sama kamu tapi aku tidak ingin menyusahkan kamu semoga kamu mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku”.
Ternyata Syanta juga memendam perasaan dengan Adhi, terpaksa ia mengorbankan cintanya hanya karena ketidaksempurnaan dirinya, namun apa yang dilakukannya itu justru membuat dua hati menjadi hancur.
***
Dalam gelapnya malam yang diterangi sinar bulan dan bertabur bintang terlihat Adhi yang sedang duduk di teras depan rumah bibinya, melihat Adhi sendirian Vhie segera menghampirinya.
“Hei…. Sendirian aja mas, boleh gak gue nemenin?”
“Nemenin tidur!!”, canda Adhi.
“Sialan lo….!! Nemenin duduklah”.
“Duduk tingal duduk pake basa-basi segala lo”.
Tanpa komentar lagi Vhie lekas duduk disamping Adhi.
“Eh… Gimana tuh kabarnya Syanta?”, tanya Vhie yang seakan meledek adhi,
“Ga tau!!!”, ucap Adhi singkat.
“Bukannya lo buntutnya dia?, dimana ada dia pasti disitu ada lo!!”.
“Auah…….. Ngapain sih bicarain dia”.
“Kelihatannya lo lagi kesel banget nih sama dia”.
“Iya gue kesel sama dia!!!!”.
“Santai ajalah bicaranya, mang lo kesel kenapa?”.
“Mau tau aja lo!”.
“Yeeeh ditanyanya………”.
“Vhie, tau ga lo Syanta tuh pengen banget bisa melihat”.
“Yeh semua orang buta juga pengen bisa melihat, asal lo tau ya Dhi keluarganya tuh dari dulu udah berusaha untuk mencari pendonor untuk Syanta, tapi mana ada orang yang mau mendonorkan matanya rugi banget, sekalinya ada orang yang udah meninggal tapi ga cocok”.
“Pasti ada seseorang yang mau memberikan matanya buat Syanta".
“Siapa orangnya…..?”.
“Gue…..!!!”.
“Bercanda lo….?”.
“Serius, gue pengen Syanta bisa melihat dari lahir sampai sekarang yang dia lihat henyalah kegelapan”.
Mendengar kata-kata Adhi, Vhie hanya tersenyum tipis….
“Lo tuh harus berfikir panjang Dhi, jangan seenaknya aja ngambil keputusan seperti itu, secara lo itu seorang penulis kalau saja lo ga bisa melihat gimana lo mau kerja dan lo ga akan bisa kemana-mana tanpa ada seseorang yang menemani lo Dhi”, ucap Vhie yang meyakinkan keputusaannya Adhi.
“Gue ga peduli vhi, gue sayang sama dia dan gue akan ngelakuin apa saja untuknya, lagi pula gue udah puas melihat dunia dan kehidupan ini, sekarang saatnya dia merasakan kebahagiaan yang belum pernah dia rasakan”.
“Lo udah bener-bener kena virus cinta Dhi, asal lo tau cinta yang seperti ini hanya memberi penderitaan buat lo….”
Adhi tetap kekeh dengan keputusaanya dan tak mempedulikan saran sepupunya itu.
***
Setelah berfikir matang-matang Adhi memutuskan untuk mendonorkan kedua bola matanya untuk Syanta, keesokan paginya ia bergegas pergi kerumah sakit untuk berkonsultasi pada dokter mata, setelah melakukan pembicaran dan persetujuan dengan dokter dan keluarga Syanta akhirnya mereka sepakat untuk Adhi mendonorkan matanya dengan syarat Syanta tidak boleh mengetahui hal ini.
Setelah mendapat kabar dari orang tuanya akan ada seseorang yang akan mendonorkan matanya untuk Syanta, Syanta merasa bahagia sekali atas kabar itu ternyata apa yang diimpikannya terwujud, tanpa ragu ia menelpon Adhi.
Adhi, " Halooo".
Syanta, "Adhi…."
Adhi, "Iya Syanta, ada apa?"
Syanta, "Kamu tau gak, aku tuh hari ini bahagia banget".
Adhi, "Bahagia kenapa,,,,???".
Syanta, "Ada seseorang yang mendonorkan matanya untuk aku".
Adhi, "Lalu?"
Syanta, "Jika aku bisa melihat orang yang pertama aku lihat adalah kamu, lalu pendonor itu, keluargaku, dan semuanya".
Adhi, "Hhee…."
Syanta, "Kok, kamu malah tertawa sih,,?".
Adhi, "Ya aku bahagia aja, karena sebentar lagi aku akan mempunyai pacar yang dapat melihat".
Syanta, "Aku maksud kamu,,,,?".
Adhi, "Iya………"
Syanta, "Iihhh…. PD banget kamu, oh iya aku mau nanti sore kita ke tempat biasa, aku mau menghirup udara sejuk itu yang terakhir, dan untuk selanjutnya aku akan melihatnya tempat itu untuk yang pertama kalinya".
Adhi, "Iya-iya nanti sore aku akan jemput kamu".
Syanta, "Ya udah aku tunggu nanti sore, makasih Adhiii…….".
Setelah melakukan pembicaraan dengan Syanta melalui telpon Adhi meneruskan pembicaraanya dengan dokter dan orang tua Syanta.
“Jadi kapan operasinya akan dilakukan dok?”, tanya Adhi pada dokter itu,
“Sebelum oprasi dilakukan sebaiknya anda diperiksa terlebih dahulu, apakah kornea mata anda cocok dengan kornea mata Syanta”.
“Kalau begitu bisa kita mulai pemeriksaannya sekarang”, sambung dokter itu.
“Ya sudah dok….”, jawab Adhi menyetujuinya, sesaat adhi dan beberapa dokter mata memasuki ruang pemariksaan, Adhi diperiksa mulai dari golongan darah sampai kesehatannya, apakah cocok untuk menjadi pendonor. Setelah melalui proses pemeriksaan yang menghabiskan waktu sekitar satu jam akhirnya dokter memutuskan Adhi cocok untuk mendonorkan matanya, proses operasi akan dilakukan esok hari tingal menunggu kesiapan mental Adhi dan Syanta saja untuk melakukan operasi.
***
Setelah aktivitas yang melelahkan itu Adhi tidak lupa dengan janjinya pada Syanta seraya akan menemuinya di puncak pinggir perkebunan teh. Ia berjalan seorang diri menuju tepi puncak itu sesampainya terlihat Syanta yang sedang duduk sendiri menunggu kedatangan Adhi.
“Syanta dengan siapa kamu kemari?”, tanya Adhi yang terheran melihat Syanta sudah berada disitu seorang diri,
“Bibi yang mengantarkan aku kesini, dan sekarang ia sudah kembali”.
“Oh….”, tanpa bicara panjang lebar ia segera duduk disamping kanan Syanta.
“Dhi, aku sudah gak sabar nih ingin melihat!!”
Adhi hanya tersenyum mendengar harapan Syanta.
“Sungguh baik sekali orang yang mendonorkan matanya itu, padahal kata ibu pendonor itu masih hidup Dhi”.
“Kamu harus bersyukur Syanta karena masih ada orang yang seperti itu”.
“Oh iya Dhi, apakah masih ada sedikit saja rasa sayang kamu untuk aku?”.
“Maksud kamu Syanta?”.
Adhi kaget mendengar ucapan syanta yang tidak pernah selama ini ia terucap dari bibirnya.
“Maksudku, apa kamu masih menyimpan perasaan sama aku?”.
“Perasaan aku ke kamu, ga secepat itu hilang, jadi aku masih menyimpan harapan sama kamu, kenapa kamu bertanya seperti itu Syanta?”, tanya Adhi terheran,
“Karena sebenarnya aku juga memendam perasaan dhi sama kamu, hanya karena ketidaksempurnaanku, aku merasa tidak pantas mendampingimu”.
“Kamu bodoh Syanta, cinta itu buta, cinta itu menerima apa adanya jadi aku ga peduli apapun yang terjadi sama kamu, dengan tulus aku menerima kekurangan kamu”.
“Aku ga mau Dhi kalau kamu harus menderita hanya karena mempunyai kekasih yang tidak sempurna”.
Adhi hanya terdiam.
“Dhi kalau nanti aku dapat melihat, aku mau mencintai kamu dengan tulus”.
“Sungguh apa yang kamu katakan itu Syanta?”.
“Iya, Dhi karena selama ini orang yang dapat memberikan aku kenyamanan hanya kamu”.
Adhi sangat bahagia mendengar ucapan Syanta yang secara tiba-tiba.
“Dhi, pasti tempat ini indah sekali aku tidak sabar ingin melihatnya”
“Benar Syanta, tempat ini begitu indah”.
Mereka sejenak terdiam Adhi mulai mendekap erat tubuh Syanta dengan kasih sayang yang begitu dalam
***
Keesokan paginya Adhi terbangun dari tidurnya yang lelap, hari ini adalah hari terakhir ia melihat dunia, ia mulai mencuci wajahnya dan pergi keluar halaman rumah memandang alam yang begitu asri dan udara yang sangat sejuk ia berfikir mungkin Syanta akan bahagia jika ia dapat melihat ini semua, tanpa fikir panjang ia segera mempersiapkan diri untuk melaksanakan pencangkokan mata untuk Syanta, sesaat ia ingin pergi didepan teras ia bertemu dengan Vhie (sepupu Adhi).
”Kamu ingin kemana Dhi?”, tanya Vhie curiga.
”Hari ini aku dan Syanta akan melakukan pencangkokan mata”, jawab Adhi ragu.
”Apa kamu yakin dengan semua itu Dhi, apa kamu sudah berfikir matang-matang, ini bukan perkara sepele Dhi kalau kamu tidak yakin sebaiknya jangan dari pada nanti kamu akan menyesal”, ucap vhie yang seakan tidak ingin adhi melakukan ini semua,
”Aku yakin Vhie, aku sudah memikirkan semuanya sudah cukup puas aku melihat pahit dan manisnya kehidupan ini, namun sedikitpun Syanta tidak pernah melihat indahnya dunia ini, jadi aku akan memberikan kebahagiaan untuknya biarlah semua ini terjadi aku ikhlas memberikan kedua mataku ini”.
Mendengar penjelasan Adhi, Vhie tidak dapat berbuat apa-apa ia hanya terdiam dengan matanya berkaca-kaca, begitu besarnya rasa sayang adhi terhadap Syanta.
”Vhie aku berangkat dulu ya?”, pamit Adhi padanya, Adhi mulai pergi dari hadapan Vhie dan ia lekas pergi ke rumah sakit sendiri dengan menggunakan sepeda motornya. Sesampainya dirumah sakit terlihat Syanta dan keluarganya sedang menunggu kedatangan Adhi, namun Syanta masih tidak mengetahui bahwa seseorang yang mendonorkan matanya adalah Adhi. Adhi lekas menemui dokter sepesialis mata yang akan menanganinya.
”Bagaimana dok, apa operasinya sudah dapat dilakukan?”, tanya Adhi pada salah satu dokter itu.
”Kalau anda sudah siap operasinya akan segera dilaksanakan”, jawab doter itu seakan meyakinkan Adhi.
”Saya sudah siap dok,,,,!”, balas Adhi singkat.
Adhi sudah siap Syanta pun begitu mereka segera masuk ke ruang operasi untuk melakukan transfusi mata, operasi itu memakan waktu yang cukup lama dengan dibantu beberapa spesialis dokter mata operasi itu berjalan dengan lancar namun Adhi dan Syanta belum sadarkan diri, seluruh keluarga Syanta khawatir dengan keadaan Adhi dan Syanta apakah mereka akan baik-baik saja, waktu terus mengalir bagaikan air gelap pun sudah menyelimuti langit seluruh keluarga telah lelah menanti kesadaran Adhi dan Syanta mereka meninggalkan rumah sakit dan kembali ke rumah masing-masing.
Adhi sudah siap Syanta pun begitu mereka segera masuk ke ruang operasi untuk melakukan transfusi mata, operasi itu memakan waktu yang cukup lama dengan dibantu beberapa spesialis dokter mata operasi itu berjalan dengan lancar namun Adhi dan Syanta belum sadarkan diri, seluruh keluarga Syanta khawatir dengan keadaan Adhi dan Syanta apakah mereka akan baik-baik saja, waktu terus mengalir bagaikan air gelap pun sudah menyelimuti langit seluruh keluarga telah lelah menanti kesadaran Adhi dan Syanta mereka meninggalkan rumah sakit dan kembali ke rumah masing-masing.
Malam semakin laut disisi lain Vhie tidak henti-hentinya memikirkan keadaan Adhi ia berfikir mengapa Adhi begitu mau mendonorkan matanya hanya untuk seorang wanita yang sangat dicintainya.
Senja mulai tiba perlahan adhi mulai sadar dari biusan obat yang membuatnya tak sadarkan diri, ia merasakan kegelapan disekelilingnya ia mulai menyadari dirinya sudah tak dapat melihat lagi namun ia tidak merasa sedih dengan keadaannya, ia terdiam sejenak berfikir bagaimana keadaan Syanta, mengapa disaat keadaannya yang begitu buruk ia masih bisa memikirkan orang lain. Sesaat salah seorang perawat datang ke ruang itu untuk memeriksa Adhi, suster itu mendekat ke tubuh Adhi dan memberikan suntikan yang ditancapkan dipergelangan tangan kanan Adhi.
”Suster,,,,,”, sapa Adhi.
”Ada apa mas?”, jawabnya singkat
”Kapan saya bisa keluar dari rumah sakit ini sus?”.
”Kalau keadaan mas sudah membaik mungkin mas sudah dapat keluar”.
”Lalu bagaimana dengan keadaan Syanta sus?”.
”Hingga saat ini Syanta masih belum sadarkan diri, mungkin dosis obat bius untuk Syanta cukup banyak, tapi anda tidak usah khawatir ia baik-baik saja”.
Mendengar kata-kata suster itu adhi merasa begitu tenang.
***
Saat-saat yang sudah dinantikan akan tiba tak lama lagi perban yang menutupi mata syanta akan dilepas. ia sudah tidak sabar lagi ingin melihat semuanya, namun Adhi begitu khawatir apa reaksi syanta jika melihat keadaanya, saat dokter mulai melepas perban yang menutupi mata Syanta, Adhi tak menampakan dirinya dihadapan Syanta. Perlahan Syanta membuka kedua matanya terlihat dihadapanya beberapa dokter dan keluarganya, ia begitu bahagia melihat ini semua ia bersyukur kepada Tuhan dan memeluk kedua orang tuanya dan ia bertanya-tanya siapa seseorang yang telah baik mendonorkan matanya namun seluruh anggota keluarga termasuk dokter dan temannya masih merahasiakan identitas orang itu dari Syanta, Syanta pun bertanya dimana Adhi kenapa ia tidak ada ditempat ini, Vhie pun yang kebetulan berada disana menunjukan keberadaan Adhi sekarang.
Vhie mengajak Syanta ke tempat biasa dimana Adhi dan Syanta saling bertemu, setelah mealui jalan yang begitu melelahkan akhirnya mereka sampai ditempat itu, terlihat Adhi yang sedang duduk terpaku disaung atas puncak perkebunan teh begitu bahagianya Syanta melihat semua ini, ini adalah pertama kalinya ia melihat Adhi dan tempat yang begitu indah yang sangat didambakannya selama ini, Syanta mulai mendekat ke arah Adhi, menyadari kedatangan Syanta, Adhi mulai terbangun dari tempat duduknya dan menyapa Syanta, tanpa disadari bahwa Adhi buta Syanta pun lekas memeluk erat-erat tubuh Adhi.
”Benarkah kamu Adhi?”, tanya syanta terheran
”Iya Syanta, inilah aku. Aku bahagia kamu bisa melihat aku”.
Syanta hanya tersenyum tipis, mereka pun mulai duduk bersebelahan ketika Syanta menulis sesuatu disecarik kertas yang bertuliskan I Love You dan Adhi disuruh membacanya begitu panik Adhi dengan apa yang dilakukan Syanta dan ia tidak dapat membacanya, Syanta bertanya-tanya mengapa Adhi hanya terdiam Syanta mulai curiga dan ia melambaikan tangannya ke depan wajah Adhi namun Adhi masih tetap diam tanpa reflek apapun, akhirnya Syanta mulai menyadari dengan keadaan Adhi, ia begitu kaget ternyata selama ini orang yang selalu menemaninya dan menjaganya ternyata tidak dapat melihat.
”Adhi teryata kamu buta….. Ga mungkin ini ga mungkin Dhi”.
”Beginilah aku Syanta, apa dengan keadaan aku seperti ini kamu masih tetap dengan janjimu Syanta”.
”Maafin aku Dhi, aku ga bisa nepatin janjiku selama ini aku berharap seseorang yang akan mendampingiku sempurna bisa menjagaku seutuhnya, dengan keadaanmu seperiti ini sepertinya aku ga bisa”.
Syanta masih belum bisa menerima kenyataan ini tanpa sepatah kata pun ia berlari meninggalkan Adhi, menyadari kepergian Syanta dan Adhi hanya terdiam menahan air mata yang mengalir dipipinya, ternyata begitulah cintanya Syanta tidak tulus. Vhie yang masih tetap berdiri menunggu Adhi dan Syanta tidak percaya begitu teganya Syanta melakukan semua ini, dengan rasa kasihan Vhie mendekat kearah Adhi dan berkata, ”Sudahlah Dhi, ini semua takdir inilah jalan cinta yang kamu tempuh, kamu sadarkan bagaimana Syanta saat kamu terpuruk olehnya ia meninggalkanmu sendiri, kadang cinta tidak semanis yang kita bayangkan”.
Adhi masih tetap terdiam menahan perihnya sakit dihati…….
Selang waktu berganti syanta tak sedikitpun menemui Adhi, katika Syanta sedang duduk sendiri memandang keindahan suasana puncak dimana ia dulu menghirup udara sejuk dari tempat itu ia menemui sebuah buku diary dibalik tikar saung, dibukanya diary itu dan dibacanya ternyata diary itu milik Adhi. Di lembar pertama tertulis,
8 Agustus 2009
Diary, aku kangen banget sama Syanta, tapi aku ga mungkin menemuinya karena sekarang sudah larut malam….
Diary, aku mau menelponnya tapi aku ga punya handphone dan Syanta selalu menyuruh aku mengucapkan kata-kata "good nite" untuknya jadi sekarang aku harus ke wartel menelpon Syanta, yah walaupun jaraknya cukup jauh aku rela.
Diary, aku mau menelponnya tapi aku ga punya handphone dan Syanta selalu menyuruh aku mengucapkan kata-kata "good nite" untuknya jadi sekarang aku harus ke wartel menelpon Syanta, yah walaupun jaraknya cukup jauh aku rela.
10 Agustus 2009
Diary, hari ini Syanta menghinaku karena jaket yang aku pakai beli dengan harga yang sangat murah, aku sakit banget aku akuin aku bukan orang kaya aku tidak sebanding dengannya aku hanya seorang penulis yang selalu bermimpi yang tak pernah mempunyai penghasilan lebih.
12 Agustus 2009
Diary, malam ini malam minggu Syanta memintaku datang kerumahnya untuk menemaninya jarak rumahnya begitu jauh dan aku ga punya kendaraan. Ingin pinjam motor teman dipakai semua jadi aku terpaksa pakai sepeda tetanggaku walaupun sangat lelah aku mengayuh pedal sepeda itu hingga setelah pulang dari rumahnya kakiku terasa begitu sakit.
13 Agustus 2009
Diary, tanggal 17 nanti Syanta ulang tahun aku ingin memberikan kado untuknya tapi uangku tidak cukup, tadi Endah menawarkanku meminjamkan uangnya kepadaku untuk beli kado tapi aku tidak mau menerimanya, aku tidak ingin memberikan hadiah untuk orang yang aku sayang dengan bantuan orang lain dan akhirnya ia menawariku untuk mengetikan tugas kampusnya dengan bayaran yang tidak begitu besar tapi cukup untuk membeli sebuah hadiah untuk Syanta.
14 Agustus 2009
Diary, Syanta ingin sekali dapat melihat, sejak lahir hingga dewasa ia hanya dapat melihat kegelapan aku ingin sekali Syanta bahagia, kebahagiaannya adalah dapat melihat dunia dan kehidupan ini keluarganya sudah berusaha mencari pendonor mata untuk Syanta namun belum juga mendapatkannya.
Diary, setelahku fikirkan aku akan mendonorkan mataku untuk Syanta, diary tadi juga aku mengungkapkan isi hatiku dengannya namun ia menolakku, ia ingin menjadi kekasihku jika ia bisa melihat, dan aku memutuskan mendonrkan mataku untuknya agar cintaku dapat terbalaskan.
Diary, setelahku fikirkan aku akan mendonorkan mataku untuk Syanta, diary tadi juga aku mengungkapkan isi hatiku dengannya namun ia menolakku, ia ingin menjadi kekasihku jika ia bisa melihat, dan aku memutuskan mendonrkan mataku untuknya agar cintaku dapat terbalaskan.
15 Agustus 2009
Diary, hari ini aku dan Syanta akan melakukan operasi pencangkokan mata, aku berharap operasi ini berjalan lancar dan Syanta dapat menemukan kebahagiaannya…
Setelah enam hari terakhir Adhi menulis diary untuk hari ketujuh ia tidak dapat menulis diary lagi karena ia sudah tidak dapat melihat, namun ia tak henti menulis diary ia menyuruh Vhie menulisnya dengan didikte…
Inilah diery terakhirnya...
16 Agustus 2009
Diary, hari ini Syanta sudah dapat melihat, tadi siang ia menemuiku diperkebunan teh ditepi puncak, kata-katanya begitu menyakitkan, ia dulu pernah berjanji jika dapat melihat ia akan membalas cintaku namun setelah ia mengetahui bahwa aku tidak dapat melihat ia pergi begitu saja meninggalkanku dalam keterpurukan, ternyata cinta dan janji manisnya hanyalah kepalsuan aku kecewa banget diary.
Setelah membaca diary yang ditulis Adhi dalam satu minggu akhirya Syanta menyadari kebodohannya, ia duduk terpaku merenung dan berkata dalam hatinya, ”Apa yang telah aku lakukan, Adhi yang begitu tulus mencintaiku dengan bodohnya aku mengecewakannya aku yang selalu memberikan mines 10 karena ia tidak punya handphone namun plus 100 karena ia selalu mengucapkan "good night" dengan pergi ke wartel yang sangat jauh dan larut malam hanya untukku, mines 10 karena jaketnya murah dan plus 100 karena jaket yang seringku hina itu pernah melindungiku dari derasnya hujan walaupun ia sendiri merasa kedinginan, mines 10 karena aku yang sering memarahinya karena sering datang telat saat malam minggu namun plus 100 karena ia rela datang untuk menemani kesendiriannku walaupun dengan menggunakan sepeda hingga kakinya sering pegal dan terluka, ternyata selama ini aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi mines 10 karena hadiah yang ia berikan hanya sebuah buku diary yang telah ditulisnya dan murahan ini namun plus 100 karena ia membeli buku ini dengan jerih payahnya dan buku ini yang telah membuka mata hatiku.
Setelah ia merenung ia menyesali perbuatannya dan ia lekas menemui Adhi dirumahnya namun saat ia sampai didepan rumahnya terlihat bendera kuning memenuhi rumahnya ia terkaget dan bertanya siapa yang meninggal ternyata yang meninggal adalah Adhi karena sebuah kecelakaan.
Syanta melihat tubuh yang tergulai kaku dengan diselimuti kain kafan putih dan hanya terlihat wajah Adhi yang berparas kesedihan, melihat itu air mata Syanta mulai berkaca-kaca.
Syanta melihat tubuh yang tergulai kaku dengan diselimuti kain kafan putih dan hanya terlihat wajah Adhi yang berparas kesedihan, melihat itu air mata Syanta mulai berkaca-kaca.
Di tengah keheningan itu tiba-tiba Vhie datang menghampiri Syanta dan memberikat secarik kertas dengan bertuliskan...
”Syanta semoga kamu bahagia dengan semua ini, aku tahu kamu ingin memppunyai kekasih yang sempurna namun kamu tidak pernah menyadari kesempurnaan bukanlah segalanya, dengan tulus aku menyayangimu walau kamu seperti dahulu yang tak sempurna, semoga kamu dapat menemukan kebahagiaanmu dengan melihat dunia yang indah ini semoga mataku itu dapat menemanimu hingga akhir hayatmu”.
Ternyata Syanta menyadari selama ini Adhi tidak buta ia sempurna namun ia rela mengorbankan matanya hanya demi kesempurnaan orang yang disayanginya.
Syanta tidak dapat apa-apa lagi hanya penyesalan dan tangisan yang ia dapat cinta sejatinya tak akan pernah kembali sampai kapanpun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar