Memetik pelangi pada padang ilalang
Menyemai asa pada gurindam rasa
Hingga keremasi diri yang tiada tentu tak bertuan
Dan saat itu ku sambut buah kata dari miris menggarisi hati
Aku tak bisa mengubah batu jadi mutiara
Dan aku pun tak mampu selami makna terujar dari ujung lidah itu
Akankah kaidah menjadi ornamen atas nama kesungguhan ?
Atau gemerisik yang berbisik pada sudut yang kehilangan sisi ?
Mengalir tanpa alur dan tak kendur
Membisu dalam tatap biru selaksa madu
Aku bukan pengemis yang akan berpayung iba dan hibah
Aku pun tak inginkan suguhan dari makna dalam umpan yang berbalik
Tak aku genggam...
Kenapa harus ku lepas ?
Mengapa bertanya kenapa dilahirkan di dunia pada ibu ?
Jika ayahanda selalu berselimuti jibaku diri dalam peluh
Dan mengapa selalu mencari tanya diantara jawab ?
Tidak lelahkah jiwa dalam keresahan ?
Tak inginkah damaikan gundah dalam diri dan hati ?
Tidak dalam sekata hingga patah menjadi sekat yang berkarat
Tetaplah menjadi yang terindah dalam padangan
Hingga tak harus mengais makna yang telah tersita
Berjalan mulai tak beriring
Hingga dawai tiada bersenandung tak terasa
Akankah ada kesungguhan jika tanya itu menembus ulu hati
Walau tak menabur angin hingga menjadi badai
Menyemai asa pada gurindam rasa
Hingga keremasi diri yang tiada tentu tak bertuan
Dan saat itu ku sambut buah kata dari miris menggarisi hati
Aku tak bisa mengubah batu jadi mutiara
Dan aku pun tak mampu selami makna terujar dari ujung lidah itu
Akankah kaidah menjadi ornamen atas nama kesungguhan ?
Atau gemerisik yang berbisik pada sudut yang kehilangan sisi ?
Mengalir tanpa alur dan tak kendur
Membisu dalam tatap biru selaksa madu
Aku bukan pengemis yang akan berpayung iba dan hibah
Aku pun tak inginkan suguhan dari makna dalam umpan yang berbalik
Tak aku genggam...
Kenapa harus ku lepas ?
Mengapa bertanya kenapa dilahirkan di dunia pada ibu ?
Jika ayahanda selalu berselimuti jibaku diri dalam peluh
Dan mengapa selalu mencari tanya diantara jawab ?
Tidak lelahkah jiwa dalam keresahan ?
Tak inginkah damaikan gundah dalam diri dan hati ?
Tidak dalam sekata hingga patah menjadi sekat yang berkarat
Tetaplah menjadi yang terindah dalam padangan
Hingga tak harus mengais makna yang telah tersita
Berjalan mulai tak beriring
Hingga dawai tiada bersenandung tak terasa
Akankah ada kesungguhan jika tanya itu menembus ulu hati
Walau tak menabur angin hingga menjadi badai
Lantas akan dibawa kemana yang kini telah menjadi bendera

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150407213240711

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150407213240711
Tidak ada komentar:
Posting Komentar