Dalam bias diantara maya dan nyata mengambang
Hingga ini cumbuan atau keacuhan jadi pertanyaan
Dalam detik menjadi titian alur cerita musiman
Diri bertanya pada keberadaan puan
Adakah balutan dari ranting patah melapuk
Yang merapuh berdendang dalam tumpuan
Hingga kalut bermanja dalam ilalang dawai berputik
Dulu puan bercerita akan dasyatnya bercinta
Tapi mengapa puan berderai meratap dalam asmara
Bukannya itu katanya pengorbanan diri puan
Atau harga yang pantas dibayar untuk buah kerinduan
Dahulu puan tersenyum simpul dan bersemu
Kala memadu kasih dalam taman bunga gersang nan indah
Puan menepis akan kata mengingatkan bukan melarang
Hingga binar puan bersinar menatap penuh garang
Puan selalu menjejali hati dengan dawai cinta
Yang kadang tiada pernah puan sedari maknanya
Hingga kemudian pun pun menggeram sesal dalam haru
Mengutuk kelemahan karena terbuai akan asa dari merindu
Kini puan penuh sesal dan mengherdik dalam makian
Memaknai akan salah dan menyalahkan dalam labirin dosa
Padahal buaian itu tak terhindari dalam batas cumbuan meracau
Hingga puan berkelut bermandi keringat reguk lena memacu
Maafkan aku puan
Karena ini bukan kutuk atau tumbal diri
Tapi ini yang mengajari kita akan manisnya peluh derita
Mengenalkan hakekat nurani dalam pengajaran hidup puan
Bukan sahaya ini menggurui puan yang bertahta tinggi
Dan bukan karena puan adalah wanita siapa atau milik siapa
Tapi diri belajar dari pedihnya menimang air mata puan
Dan bukan karena gagah diri karena bermain dalam badai
Jika kelak puan telah menyibak arti dari semua
Lakukanlah dengan laku tiada bertunggang waktu
Karena hati puan milik puan sendiri yang maha guna
Bukan hanya untuk sekedar atau diperdaya terpelihara
Kelak jika puan mulai tersentak tersadar walau sejenak
Lakukanlah semua itu dengan bijak hati puan
Karena sahaya ini tak akan ada lagi untuk mendampingi puan
Dan apa yang ditanam akan meranum hingga berbuah indah bukan dusta

Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150414333870711
Tidak ada komentar:
Posting Komentar