Siang itu tanggal 28 November 2009 di sebuah perumahan yang bisa dikatakan cukup elite, tinggalah sepasang suami istri yang menikah sudah cukup lama dan bisa disebut mereka tidak bahagia. Sebenarnya itu adalah flashback setahun sebelumnya, kita akan kembali ke masa yang sebelumnya. Dimana mereka belum saling mengenal dan menikah. Sebenarnya pernikahan itu adalah sebuah keterpaksaan dari seorang pria bernama Andri lengkapnya Andri Pandoyo. Dia adalah seorang anak kelahiran Bandung 12 Juni 1987 dan sekarang dia adalah seorang lulus bisnis manajamen S-2 dari Universitas terkemuka di Mesir. Dia bisa berbahasa Arab dan Inggris dengan sangat fasih karena dia sudah tinggal disana hampir 5 tahun lamanya.
Saat dia pulang ke tanah air dia sudah sangat matang dan sudah memiliki panggilan kerja di sebuah perusahaan besar di Jakarta. Namun sayang dia belom menikah dan sama sekali belum pernah merasakan yang namanya cinta, namun dia memiliki tipikal gadis idaman. Yaitu seperti orang orang barat yang memiliki badan tinggi kulit putih wajah cantik mulus dan badan yang ideal bak pragawati. Namun semua angan angannya sia sia karena ibunya telah menjodohkannya dengan seorang anak dari temannya. Bukan maksud Andri untuk menerima calonnya begitu saja namun dia tidak kuasa menolak permintaan ibunya yang begitu dia cintai, yang telah merawat dia sendirian sejak kecil karena ditinggal mati oleh ayahnya sejak dalam kandungan.
Andri tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah bahkan dia hanya pernah melihat wajah ayahnya dari foto dan hanya tahu tentang dia dari cerita cerita ibunya kepadanya. Oleh karena itu saat ibunya berkata dia akan dijodohkan dengan salah seorang anak dari teman dekatnya dia hanya menurut saja dan pasrah kepada ibunya, mungkin karena dia yakin ini adalah yang terbaik untuknya.
Saat dia pulang ke tanah air dia sudah sangat matang dan sudah memiliki panggilan kerja di sebuah perusahaan besar di Jakarta. Namun sayang dia belom menikah dan sama sekali belum pernah merasakan yang namanya cinta, namun dia memiliki tipikal gadis idaman. Yaitu seperti orang orang barat yang memiliki badan tinggi kulit putih wajah cantik mulus dan badan yang ideal bak pragawati. Namun semua angan angannya sia sia karena ibunya telah menjodohkannya dengan seorang anak dari temannya. Bukan maksud Andri untuk menerima calonnya begitu saja namun dia tidak kuasa menolak permintaan ibunya yang begitu dia cintai, yang telah merawat dia sendirian sejak kecil karena ditinggal mati oleh ayahnya sejak dalam kandungan.
Andri tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah bahkan dia hanya pernah melihat wajah ayahnya dari foto dan hanya tahu tentang dia dari cerita cerita ibunya kepadanya. Oleh karena itu saat ibunya berkata dia akan dijodohkan dengan salah seorang anak dari teman dekatnya dia hanya menurut saja dan pasrah kepada ibunya, mungkin karena dia yakin ini adalah yang terbaik untuknya.
Akhirnya hari H itu pun datang, hari dimana calon istri Andri datang kerumah bersama ibunya. Pertama melihat perempuan itu dia memang cantik, baby face, manis dan putih, namun entah kenapa Andri sama sekali tidak memiliki perasaan sedikitpun kepadanya karena tertarik saja tidak. Tak lama setelah lamaran akhirnya mereka pun resmi melangsungkan pernikahan seminggu setelah itu atau tepatnya 25 Agustus 2008.
Mereka melakukan akad nikah dengan sangat sederhana di sebuah masjid, karena itu permintaan dari sang istri yang tidak ingin terlalu mewah. Akhirnya mereka pun resmi menikah dan Andri membawa dia tinggal bersama di sebuah rumah yang telah ia siapkan di Jakarta karena dia bekerja di Jakarta bukan di Bandung.
Malam pertama yang seharusnya menyenangkan dan dinantikan oleh setiap pasangan itu menjadi seperti sebuah malapetaka untuk Andri, entah apa yang dia pikirkan dia melakukan hal itu bukan karena nafsu atau cinta namun karena terpaksa. Karena dia harus melayani istrinya, istrinya itu bernama Nibras lengkapnya Nibras Maretan. Karena dia berasal dari keluarga keturunan Arab bernama Maretan.
Hari demi hari berlalu dan tak terasa usia pernikahan mereka telah menginjak 3 bulan, namun sedikitpun benih cinta tidak tumbuh dari Andri. Hanya Nibras saja yang terus mendambakan Andri untuk mencintainya, namun bukannya tumbuh benih cinta si Andri ini malah semakin menjadi jadi. Dia jarang melayani istrinya karena dia lebih sering tidur di ruang sofa dan jarang ke kamar untuk tidur bersamanya. Pernah suatu waktu Andri pulang dengan badan menggigil dan kedinginan karena kehujanan saat pulang kerja, badannya panas dan kepalanya terasa sangat pusing katanya. Nibras sang istri pun langsung melayani suaminya, dan bertanya.
Mereka melakukan akad nikah dengan sangat sederhana di sebuah masjid, karena itu permintaan dari sang istri yang tidak ingin terlalu mewah. Akhirnya mereka pun resmi menikah dan Andri membawa dia tinggal bersama di sebuah rumah yang telah ia siapkan di Jakarta karena dia bekerja di Jakarta bukan di Bandung.
Malam pertama yang seharusnya menyenangkan dan dinantikan oleh setiap pasangan itu menjadi seperti sebuah malapetaka untuk Andri, entah apa yang dia pikirkan dia melakukan hal itu bukan karena nafsu atau cinta namun karena terpaksa. Karena dia harus melayani istrinya, istrinya itu bernama Nibras lengkapnya Nibras Maretan. Karena dia berasal dari keluarga keturunan Arab bernama Maretan.
Hari demi hari berlalu dan tak terasa usia pernikahan mereka telah menginjak 3 bulan, namun sedikitpun benih cinta tidak tumbuh dari Andri. Hanya Nibras saja yang terus mendambakan Andri untuk mencintainya, namun bukannya tumbuh benih cinta si Andri ini malah semakin menjadi jadi. Dia jarang melayani istrinya karena dia lebih sering tidur di ruang sofa dan jarang ke kamar untuk tidur bersamanya. Pernah suatu waktu Andri pulang dengan badan menggigil dan kedinginan karena kehujanan saat pulang kerja, badannya panas dan kepalanya terasa sangat pusing katanya. Nibras sang istri pun langsung melayani suaminya, dan bertanya.
“Mas kedinginan ya kehujanan tadi dijalan ?”
“Iya aku kehujanan namun aku tak apa apa”, jawabku dengan ketus.
“Saya bikinkan teh hangat ya mas biar tidak dingin ?”, dia tetap dengan sabar menjawab itu.
“Terserah kamu saja”, dengan wajah sedikit ditekuk.
“Ini mas tehnya sudah jadi, saya juga sudah memasak air untuk mas biar tidak kedinginan, sebentar lagi matang mas”, jawabnya dengan tetap tersenyum kepadaku.
“Iya sebentar lagi saya mandi”, dengan wajah tertekuk dan ketus.
Tiba tiba saja Nibras memeluk kakiku sambil menangis dan berkata, “Ada apa dengan mas ? Kenapa saya dibeginikan mas ? Apa karena saya kurang baik dalam melayani mas selama ini ? Jika memang saya minta maaf mas tapi jangan begini, kita kan bisa membicarakan ini baik baik mas”.
Aku hanya berdiri mematung tak bisa berkata apa pun, tiba tiba saja air mataku ikut menetes. Aku hanya berdoa dalam hati, “Ya Allah ada apa sebenarnya dengan aku ini ? Dia wanita yang baik. Dia adalah istriku sendiri ! Namun mengapa Engkau tak sedikitpun menumbuhkan benih cintaku kepadanya ? Dari hari ke hari yang aku rasakan seperti tinggal bersama orang asing ya Allah”.
Saat itu aku benar benar bingung harus berkata apa, aku hanya berkata, “Bangunlah adinda kamu tidak salah apa apa, aku hanya merasa terlalu lelah jadi seperti ini” Sengaja aku memanggilnya adinda agar dia merasa senang, karena selama ini aku hanya memanggil dia dengan namanya saja padahal dia adalah istriku sendiri. Wajahnya tiba tiba tersenyum kembali seperti senang sekali aku panggil adinda, “Terima kasih mas, kalau begitu mas lekas mandi setelah itu adinda akan memijat mas di kamar”, jawabnya kepadaku. “Baiklah adinda”, jawabku singkat dan lekas ke kamar mandi.
Aku hanya berdiri mematung tak bisa berkata apa pun, tiba tiba saja air mataku ikut menetes. Aku hanya berdoa dalam hati, “Ya Allah ada apa sebenarnya dengan aku ini ? Dia wanita yang baik. Dia adalah istriku sendiri ! Namun mengapa Engkau tak sedikitpun menumbuhkan benih cintaku kepadanya ? Dari hari ke hari yang aku rasakan seperti tinggal bersama orang asing ya Allah”.
Saat itu aku benar benar bingung harus berkata apa, aku hanya berkata, “Bangunlah adinda kamu tidak salah apa apa, aku hanya merasa terlalu lelah jadi seperti ini” Sengaja aku memanggilnya adinda agar dia merasa senang, karena selama ini aku hanya memanggil dia dengan namanya saja padahal dia adalah istriku sendiri. Wajahnya tiba tiba tersenyum kembali seperti senang sekali aku panggil adinda, “Terima kasih mas, kalau begitu mas lekas mandi setelah itu adinda akan memijat mas di kamar”, jawabnya kepadaku. “Baiklah adinda”, jawabku singkat dan lekas ke kamar mandi.
Pernah suatu waktu aku bertemu kawan lamaku seorang perempuan, dia adalah keturunan belanda. Dia memiliki bola mata yang biru, kulit putih bersih, cantik dan badan yang tinggi bak pragawati tentunya. Dia belum memiliki seorang suami bahkan kekasih pun dia belum punya, pernah aku berpikir untuk berselingkuh dengannya namun aku ingat, aku masih mempunyai seorang istri dirumah yang senantiasa menungguku. Akhirnya aku coba untuk membuang jauh jauh pikiran itu tapi tetap berhubungan dengannya atas dasar kawan lama. Esoknya aku dibangunkan oleh istriku karena harus bekerja, Nibras berkata padaku.
“Mas hari ini kita disuruh datang ke acara sunatan anak dari saudara ibu mas”.
“Jam berapa itu ?”, jawabku.
“Kita disuruh datang sekitar jam 15.30’an mas”, jawab Nibras.
“Ya sudah Insya Allah kita nanti berangkat bersama setelah shalat ashar ya”, jawabku dan lekas berangkat ke kantor.
Setelah seharian aku bekerja jam 14.00, aku pulang dan sampailah dirumah. Dirumah aku telah disiapkan secangkir teh hangat dan beberapa lauk pauk di meja, Nibras tersenyum melihatku yang sedari tadi sudah menunggu di meja makan dan berkata, “Ayo mas makan bersama, saya sudah menunggu dari tadi”. Aku hanya menjawab dengan ketus, “Kamu saja duluan, saya nanti saja belum lapar”, Nibras dengan sabarnya dan tetap memasang wajah senyum didepanku berkata, “Ya sudah mas kalau begitu saya juga nanti saja makannya nunggu bareng mas saja”.
Setelah itu aku langsung merebahkan tubuhku dikasur karena lelah, tak lama kemudian Nibras masuk kekamarku dan berkata, “Ayo mas siap-siap sebentar lagi mau ashar kita jamaah dulu setelah itu berangkat ke tempat ibu”. Jawabanku masih tetap ketus, “iya”. Beberapa saat setelah itu aku dan istriku berangkat ke rumah saudaraku yang khitanan, setelah sampai disana aku dan istriku langsung disambut hangat oleh sanak saudara.
“Wah.. wah... Ini nih pasangan suami istri kita yang baru ya ?”, kata ibuku.
“Wah iya iya cocok banget, yang satu cantik dan yang satu lagi cakep”, disambung oleh saudara yang lain. Aku hanya membatin, "Cocok ? Apakah hanya karena aku dan dia sama-sama lulusan universitas di mesir ?”.
Yang aku heran adalah begitu sabarnya istriku selama ini menghadapi aku, dan di sini pun dia tetap menjujung tinggi martabatku tidak pernah sedikitpun menjelekkanku depan mereka semua. “Ya Allah mengapa begitu berat cobaan yang Engkau berikan padaku ? Aku telah Engkau berikan seorang pendamping hidup yang sangat sabar dan baik namun mengapa benih cinta itu tak muncul juga ?”.
Tiba tiba saja ibu ku bertanya padaku, “Kalian sudah cukup lama menikah mana ini cucu ibu ?”. Aku bingung mau menjawab apa, Nibras menjawab, “Insya Allah sebentar lagi bu jika Allah mengijinkan”, sambil menyenggolku agar aku juga menjawab, “Ooh iya bu iya sebentar lagi jika Allah mengijinkan”.
Setelah itu aku langsung merebahkan tubuhku dikasur karena lelah, tak lama kemudian Nibras masuk kekamarku dan berkata, “Ayo mas siap-siap sebentar lagi mau ashar kita jamaah dulu setelah itu berangkat ke tempat ibu”. Jawabanku masih tetap ketus, “iya”. Beberapa saat setelah itu aku dan istriku berangkat ke rumah saudaraku yang khitanan, setelah sampai disana aku dan istriku langsung disambut hangat oleh sanak saudara.
“Wah.. wah... Ini nih pasangan suami istri kita yang baru ya ?”, kata ibuku.
“Wah iya iya cocok banget, yang satu cantik dan yang satu lagi cakep”, disambung oleh saudara yang lain. Aku hanya membatin, "Cocok ? Apakah hanya karena aku dan dia sama-sama lulusan universitas di mesir ?”.
Yang aku heran adalah begitu sabarnya istriku selama ini menghadapi aku, dan di sini pun dia tetap menjujung tinggi martabatku tidak pernah sedikitpun menjelekkanku depan mereka semua. “Ya Allah mengapa begitu berat cobaan yang Engkau berikan padaku ? Aku telah Engkau berikan seorang pendamping hidup yang sangat sabar dan baik namun mengapa benih cinta itu tak muncul juga ?”.
Tiba tiba saja ibu ku bertanya padaku, “Kalian sudah cukup lama menikah mana ini cucu ibu ?”. Aku bingung mau menjawab apa, Nibras menjawab, “Insya Allah sebentar lagi bu jika Allah mengijinkan”, sambil menyenggolku agar aku juga menjawab, “Ooh iya bu iya sebentar lagi jika Allah mengijinkan”.
Ternyata benar tak lama setelah acara itu istri ku diberikan kehamilan oleh Allah SWT. dengan harapan anak itu dapat menumbuhkan rasa cintaku padanya. Minggu demi minggu pun berlalu usia kandungan Nibras pun semakin tua dan telah menginjak 6 bulan, perutnya sudah mulai membesar dan dia minta dibawa ke rumah ibunya saja. Karena dia takut disini dia tidak terurus, akhirnya aku pun setuju untuk mengantarnya kerumah ibunya di Bandung lumayan jauh. Sebenarnya aku cukup menyesal karena nanti aku akan mengurus semuanya sendiri, namun tidak apa apa toh aku juga sudah terbiasa seperti ini saat masih kuliah di Mesir sana.
Sebelum aku pergi Nibras berkata padaku, “Mas tolong nanti kalau saya mau melahirkan dan uang persalinannya kurang, itu tabungan saya dicairkan saja, kartunya ada di dalam kotak perhiasan saya dan nomor rekeningnya adalah tanggal pernikahan kita”. Aku hanya mengangguk dan pergi.
Sebelum aku pergi Nibras berkata padaku, “Mas tolong nanti kalau saya mau melahirkan dan uang persalinannya kurang, itu tabungan saya dicairkan saja, kartunya ada di dalam kotak perhiasan saya dan nomor rekeningnya adalah tanggal pernikahan kita”. Aku hanya mengangguk dan pergi.
Esoknya rutinitasku sebagai pekerja pun tetap berjalan, saat aku akan pulang kerja tiba tiba hujan deras dan aku kehujanan hingga tiba dirumah. Tubuhku menggigil kedinginan dan kepalaku sangat pusing, namun aku dirumah sendirian tidak ada Nibras yang biasa merawatku jika seperti ini. Aku hanya minum obat mandir air hangat setelah itu istirahat. Tak terasa esok harinya aku bangun kesiangan dan lupa untuk sholad isya dan shubuh pun telat, karena tidak ada yang membangunkanku seperti biasanya. Namun tubuhku sudah segar tidak seperti kemarin, aku pun berangkat kerja seperti biasa.
Saat jam istirahat aku makan siang bersama teman sekantorku, dia bercerita tentang istrinya. Dia bertanya kepadaku.
Saat jam istirahat aku makan siang bersama teman sekantorku, dia bercerita tentang istrinya. Dia bertanya kepadaku.
“Apakah kau sudah menikah ?”
“Alhamdulilah sudah pak”, jawabku, karena dia memang jauh lebih tua dariku.
“Dengan orang mana ? Jawa ya ?”, tanyanya lagi padaku.
“Iya orang Jawa namun ada marga Arabnya”, jawabku.
“Pasti orangnya halus dan sabar ya ?”, tanyanya.
“Iya pak dia sangat sabar dan halus kepadaku”, jawabku.
“Bersyukurlah kau bisa menikah dengan orang seperti itu”, katanya.
“Memang kenapa pak ?”, tanyaku balik.
“Aku akan bercerita tentang mantan istriku dulu yang sudah menghancurkan hidup saya”, jawabnya.
"Jadi sebenarnya dia dulu telah menikah dengan seorang bule bernama Gracia Collin, dia perempuan yang cantik, putih, tinggi dan sangat pintar. Aku bertemu dia di universitas terkemuka di Sidney, saat itu aku mengambil jurusan Bisnis Manajemen dan dia mengambil jurusan Teknologi Informatika. Aku jatuh cinta padanya saat pandangan pertama dan ternyata cintaku tak bertepuk sebelah tangan karena dia juga cinta padaku. Aku fikir itu adalah sebuah awal kisah cinta yang indah namun ternyata aku salah besar karena itu sebenarnya adalah sebuah malapetaka untukku.
Tanpa pikir panjang setelah aku beberapa lama pacaran dengannya aku memberanikan diri untuk melamar dia, dan keberuntungan masih memihak kepadaku karena orang tuanya mau menerimaku. Akhirnya setelah menikah aku membawanya ke Indonesia, tadinya aku mau membeli rumah yang biasa saja namun dia tidak mau dia malah meminta rumah yang megah di Kawasan Pondok Indah Jakarta, akhirnya mau tidak mau aku menurutinya dengan menjual assetku yang berada di Sidney sana. Kesengsaraanku tidak berakhir disana dan masih berlanjut, gaya hidup Gracia sangatlah elit, dia meminta banyak ini itu. Dia tidak mau memasak dia lebih sering mengajakku makan diluar, dia sering berbelanja ini itu. Dia tidak mau bekerja sama sekali, dia tidak mau membantu bisnisku atau melakukan apapun. Dia hanya mau menghambur hamburkan uang dan akulah yang bekerja keras banting tulang siang malam untuk memenuhi keinginannya.
Dia minta pulang ke Sidney setiap 3 bulan sekali, benar benar tambah menghabiskan uangku. Awalnya aku terima saja dia minta itu, namun setiap pulang dia meminta banyak sekali sesuatu dengan alasan untuk oleh-oleh keluarganya disana. Sampai akhirnya aku benar benar bangkrut karena terus-terusan dihambur-hamburkan uangku, waktu itu orang tuaku terpaksa mengalah menjual rumahnya yang besar dan tinggal di ruko kecil yang kumuh karena mengerti keadaanku sedang susah dan Gracia minta pulang atau dia minta cerai.
Namun setelah pulang ke Sidney dan bertemu orang tuanya dia malah berkata tidak mau kembali ke Indonesia dan minta cerai denganku dengan alasan menikah dengan orang Indonesia tidak nyaman. Sontak emosiku meluap dan aku menampar Gracia, dan saat itu juga aku dilaporkan ke polisi dan dipenjara untuk beberapa waktu yang lama. Ternyata selama ini dia mengirim surat palsu kepada keluarganya disana, surat itu berisi tentang dia tidak pernah diberikan apapun dan selalu diperbudak olehku. Aku shock dan aku sangat menyesal telah mengenal dia dan pernah menjadi suaminya.
Sekarang aku mulai membangun semuanya dari nol lagi dan aku bersumpah akan mengembalikan semua yang dulu telah aku jual untuk dia dari orang tuaku."
Tanpa pikir panjang setelah aku beberapa lama pacaran dengannya aku memberanikan diri untuk melamar dia, dan keberuntungan masih memihak kepadaku karena orang tuanya mau menerimaku. Akhirnya setelah menikah aku membawanya ke Indonesia, tadinya aku mau membeli rumah yang biasa saja namun dia tidak mau dia malah meminta rumah yang megah di Kawasan Pondok Indah Jakarta, akhirnya mau tidak mau aku menurutinya dengan menjual assetku yang berada di Sidney sana. Kesengsaraanku tidak berakhir disana dan masih berlanjut, gaya hidup Gracia sangatlah elit, dia meminta banyak ini itu. Dia tidak mau memasak dia lebih sering mengajakku makan diluar, dia sering berbelanja ini itu. Dia tidak mau bekerja sama sekali, dia tidak mau membantu bisnisku atau melakukan apapun. Dia hanya mau menghambur hamburkan uang dan akulah yang bekerja keras banting tulang siang malam untuk memenuhi keinginannya.
Dia minta pulang ke Sidney setiap 3 bulan sekali, benar benar tambah menghabiskan uangku. Awalnya aku terima saja dia minta itu, namun setiap pulang dia meminta banyak sekali sesuatu dengan alasan untuk oleh-oleh keluarganya disana. Sampai akhirnya aku benar benar bangkrut karena terus-terusan dihambur-hamburkan uangku, waktu itu orang tuaku terpaksa mengalah menjual rumahnya yang besar dan tinggal di ruko kecil yang kumuh karena mengerti keadaanku sedang susah dan Gracia minta pulang atau dia minta cerai.
Namun setelah pulang ke Sidney dan bertemu orang tuanya dia malah berkata tidak mau kembali ke Indonesia dan minta cerai denganku dengan alasan menikah dengan orang Indonesia tidak nyaman. Sontak emosiku meluap dan aku menampar Gracia, dan saat itu juga aku dilaporkan ke polisi dan dipenjara untuk beberapa waktu yang lama. Ternyata selama ini dia mengirim surat palsu kepada keluarganya disana, surat itu berisi tentang dia tidak pernah diberikan apapun dan selalu diperbudak olehku. Aku shock dan aku sangat menyesal telah mengenal dia dan pernah menjadi suaminya.
Sekarang aku mulai membangun semuanya dari nol lagi dan aku bersumpah akan mengembalikan semua yang dulu telah aku jual untuk dia dari orang tuaku."
Sontak setelah mendengar ceritanya aku kembali teringat kepada Nibras, entah perasaan apa yang muncul dalam diriku. Tiba tiba saja aku merindukannya, memikirkannya, dan bertanya tanya bagaimana keadaannya sekarang, sedang apa dia, bersama siapa dan dimana ?.
Lekas aku menyelesaikan makan siangku dan ijin dari kantor untuk pulang lebih awal karena akan mengurus tabungan istriku. Langsung aku gas motorku agar cepat sampai ke rumah. Setelah masuk kedalam rumah langsung aku menuju ke lemari tempat istriku menaruh kotak emas itu. Dari dalam situ aku menemukan beberapa surat kecil berwarna pink dan merah, aku kaget dan bertanya-tanya.
Surat siapa ini ? Mungkinkah selingkuhannya ? Atau kah mungkin ini adalah surat dari mantannya ? Atau siapa ? Dengan berat hati dan perasaan bertanya-tanya aku coba membuka surat itu dan ternyata isinya adalah seperti ini :
Lekas aku menyelesaikan makan siangku dan ijin dari kantor untuk pulang lebih awal karena akan mengurus tabungan istriku. Langsung aku gas motorku agar cepat sampai ke rumah. Setelah masuk kedalam rumah langsung aku menuju ke lemari tempat istriku menaruh kotak emas itu. Dari dalam situ aku menemukan beberapa surat kecil berwarna pink dan merah, aku kaget dan bertanya-tanya.
Surat siapa ini ? Mungkinkah selingkuhannya ? Atau kah mungkin ini adalah surat dari mantannya ? Atau siapa ? Dengan berat hati dan perasaan bertanya-tanya aku coba membuka surat itu dan ternyata isinya adalah seperti ini :
“Ya Allah hari ini hambamu mencoba berserah diri kepadamu atas segala yang terjadi padaku hari ini dan yang lalu, apa salahku terhadap suamiku ya Allah ? Mengapa dia begitu ketus terhadapku ? Apa karena aku kurang baik dalam melayaninya ? Apa aku kurang mampu untuk menjadi yang terbaik kepadanya ? Ya Allah tolong berikan hambamu ini kesabaran yang jauh lebih kuat daripada saat ini agar aku senantiasa dapat tersenyum kepadanya”.
Aku coba buka lagi suratnya yang lain.
“Ya Allah hari ini aku kembali mengetuk pintu-Mu lagi untuk berserah diri, hambamu ini hanyalah mahkluk kecil yang penuh dosa dan noda, yang masih perlu kesabaran lebih untuk mengerti segala kemauan suamiku”.
Surat yang lainnya pun aku buka lagi.
“Ya Allah ini ketiga kalinya aku berdoa untuk-Mu dan mengetuk pintu-Mu lagi, hari ini aku benar-benar merasa kecewa kepada suamiku ya Allah, namun aku coba tetap tersenyum kepadanya dan hanya memohon kepada-Mu diberikan ketabahan yang lebih dari pada ini. Aku bahagia menjadi istrinya dan aku akan mencoba untuk selalu mengabdi kepadanya ya Allah”.
Saat aku membaca surat yang keempat air mataku sudah mengalir begitu deras, entah mengapa air mata ini terus menetes.
“Ya Allah hari ini hambamu akan pergi kerumah ibuku karena disini hambamu ditelantarkan oleh suamiku, jangan hukum dia ya Allah mungkin karena dia terlalu lelah untuk mengurusku maka aku saja yang mengalah pergi dari rumah untuk bertemu ibuku, ya Allah hamba mohon jangan berikan dia balasan atas semua yang telah dia lakukan kepadaku, hanya kepada-Mu lah aku bersujud dan berserah diri ya Allah, amien”.
Saat itu juga aku menangis dan benar benar menyesal atas apa yang telah aku lakukan kepadanya, aku langsung mengambil kunci motor dan melesat menuju rumah ibu Nibras untuk menjemputnya. Tak beberapa lama akhirnya aku sampai disebuah rumah di Bandung langsung aku ketuk pintunya.
“Tok.. Tok... Tok… Permisi, Assalamu'alaikum”, tak lama keluarlah ibu Nibras dengan wajah pucat dan bingung. Tanpa basa-basi aku bertanya. “Bu Nibrasnya ada ? Ini saya sudah mencairkan tabungannya”, tiba tiba saja ibunya menangis dan berkata padaku.
"Maafkan ibu nak maaf ya, baru saja beberapa jam yang lalu Nibras di bawa ke rumah sakit dan ibu dikabarkan bahwa dia meninggal dunia dan bayinya tak selamat. Karena dia pendarahan saat terjatuh di kamar mandi saat dia akan mengambil air wudhu untuk sholat ashar. Maafkan dia ya nak karena belum sempat membahagiakanmu, dia bercerita kepada ibu katanya dia tidak bisa memberikan yang terbaik untukmu, maafkan ya nak”, sambil menangis dan menepuk pundakku. Saat itu juga air mataku meledak dan semakin menjadi jadi.
“Ya Allah, aku belum sempat untuk menebus segala kesalahanku ya Allah”, doaku dalam hati. Dan sesaat itu juga semua menjadi gelap gulita.
“Tok.. Tok... Tok… Permisi, Assalamu'alaikum”, tak lama keluarlah ibu Nibras dengan wajah pucat dan bingung. Tanpa basa-basi aku bertanya. “Bu Nibrasnya ada ? Ini saya sudah mencairkan tabungannya”, tiba tiba saja ibunya menangis dan berkata padaku.
"Maafkan ibu nak maaf ya, baru saja beberapa jam yang lalu Nibras di bawa ke rumah sakit dan ibu dikabarkan bahwa dia meninggal dunia dan bayinya tak selamat. Karena dia pendarahan saat terjatuh di kamar mandi saat dia akan mengambil air wudhu untuk sholat ashar. Maafkan dia ya nak karena belum sempat membahagiakanmu, dia bercerita kepada ibu katanya dia tidak bisa memberikan yang terbaik untukmu, maafkan ya nak”, sambil menangis dan menepuk pundakku. Saat itu juga air mataku meledak dan semakin menjadi jadi.
“Ya Allah, aku belum sempat untuk menebus segala kesalahanku ya Allah”, doaku dalam hati. Dan sesaat itu juga semua menjadi gelap gulita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar